Orang Berbaju Putih dan Kebenderangan
Ada sekelebat orang dengan baju putih yang memantulkan sinar,
terheran-heran dengan lamat lamat menelanjangi wangiku
derap derap mahluk-yang entah berwujud apa-berlalu dan datang
Aku mungkin terlihat mematung di marka jalan menunggu mukjizat datang
Selagi itu, sepertinya tak datang
Dunia luar begitu benderang dari sudut bola mata yang kurasa tak bulat
Apalagi Amon, terik, siang hari yang terasa memegang kendali langkah
Banyak jalan-jalan berlubang di jalan pulang
Banyak jalan-jalan berlumpur di jalan datang
Syahdan;
Tatkala orang buta mendemo Tuhan;
Kenapa jika Tuhan tak sayang bunuh saja!
Kenapa jika Tuhan sayang perlihatkan dunia!
Lumpuh jika lumpuh saja. Manusia itu butuh sendiri, Ilah!
Lalu si buta mungkin bosan dan memilih menyerah saja
Bosan memang terasa sangat membosankan
dan Syahdan;
Tatkala orang yang benci dengan kebenderangan mendemo Tuhan;
Kenapa jika Tuhan tak sayang butakan saja!
Kenapa jika Tuhan sayang perlihatkan dunia!
Dan ada segumul awan yang membuatnya hancur berkeping-keping
karena lelah mengejar Tuhan dan kebenderangan
dan Syahdan;
Semua orang sontak berbaju putih
291009-jzt,ajg
Melihat judul puisi di atas, sudah cukup menggambarkan hampir seluruh bait puisi tersebut. Warna putih adalah warna yang menyilaukan dibawa sinar matahari, kemudian si penyair menambah kata 'kebenderangan' untuk menyangatkan makna dari warna putih yang menyilaukan. Itu artinya di dalam puisi tersebut mengandung sebuahmakna penderitaan yang dalam.
Bait pertama, penyair berusaha menyampaikan sebuah jalan hidup yang sulit dan banyak berlubang, banyak rintangan dan harus dihadapi penuh kehati-hatian dalam keadaan yang kurang memungkinkan. Bait kedua dan ketiga adalah reaksi tokoh puisi terhadap interpretasinya kepada Tuhan. Si penyair berusaha menyampaikan bahwa tokoh puisi berada pada kegalauan mengenai deritanya yang tak kunjung mendapat jawaban dari Tuhan.
Pada bait terakhir terdapat sebuah finishing yang datar yang secara naratif biasa disebut sad ending karena tokoh pada puisi tersebut kemudian menyaksikan semua orang berbaju putih yang artinya si tokoh melihat sesuatu yang sangat menyilaukan dan menunjuk pada penderitaan bertubi-tubi yang didapat si tokoh.
Think more ever!
Melihat judul puisi di atas, sudah cukup menggambarkan hampir seluruh bait puisi tersebut. Warna putih adalah warna yang menyilaukan dibawa sinar matahari, kemudian si penyair menambah kata 'kebenderangan' untuk menyangatkan makna dari warna putih yang menyilaukan. Itu artinya di dalam puisi tersebut mengandung sebuahmakna penderitaan yang dalam.
Bait pertama, penyair berusaha menyampaikan sebuah jalan hidup yang sulit dan banyak berlubang, banyak rintangan dan harus dihadapi penuh kehati-hatian dalam keadaan yang kurang memungkinkan. Bait kedua dan ketiga adalah reaksi tokoh puisi terhadap interpretasinya kepada Tuhan. Si penyair berusaha menyampaikan bahwa tokoh puisi berada pada kegalauan mengenai deritanya yang tak kunjung mendapat jawaban dari Tuhan.
Pada bait terakhir terdapat sebuah finishing yang datar yang secara naratif biasa disebut sad ending karena tokoh pada puisi tersebut kemudian menyaksikan semua orang berbaju putih yang artinya si tokoh melihat sesuatu yang sangat menyilaukan dan menunjuk pada penderitaan bertubi-tubi yang didapat si tokoh.
Think more ever!
0 komentar:
Posting Komentar